Oleh: Ahmad Fathan Aniq

Akhir-akhir ini masyarakat diresahkan lagi oleh bermacam epidemi mematikan seperti flu burung, antraks dan demam berdarah. Bagaimana tidak, sudah banyak korban yang meninggal dunia akibat wabah penyakit ini. Tentu masyarakat dibuat resah, terlebih sampai saat ini belum ditemukan obatnya. Tetapi kita harus tetap optimis pasti ada obatnya. Karena Rasulullah Saw. pernah bersabda “Allah tidak menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan obat baginya” (HR. Bukhori)
Dalam al-Quran kasus-kasus seperti ini setidaknya pernah disinggung walaupun secara tidak langsung. Rasyid Ridha dalam tafsirnya al-Manar menafsirkan kata at-thair dalam Surat al-Fil dengan arti hewan sebangsa serangga, bukan burung sebagaimana yang lazim kita ketahui. Dengan mengartikan at-thair sebagai serangga yang membawa penyakit, akan lebih ma’qul atau dapat diterima akal, lalat contohnya. Kenyataan bahwa lalat membawa penyakit terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri yang artinya “Sesungguhnya salah satu sayap lalat adalah racun dan yang lainnya adalah obat, maka apabila ia jatuh pada makanan, maka benamkanlah ia karena sesunguhnya ia mendahulukan racun daripada obat” (HR. Ahmad)
At-thair (serangga) dalam Surat al-Fiil ditugaskan untuk menyebarkan wabah kepada pasukan tentara bergajah di bawah pimpinan Abrahah yang ingin menghancurkan Ka’bah. Setelah melaksanakan tugasnya dengan menyerang tentara bergajah sambil membawa bibit penyakit, tubuh para tentara pun melepuh seperti dedaunan yang dimakan ulat.
Ibarat lain yang diisyaratkan al-Quran tentang wabah penyakit, juga bisa kita temukan dalam surat al-Baqarah ayat 249. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ketika tentara Raja Thalut yaitu raja bijaksana yang ditunjuk Allah pada zaman Nabi Daud As. (QS. Al-Baqarah: 247) akan menyeberangi sungai untuk melawan pasukan Jalut, Thalut berpesan kepada pasukannya bahwa Allah menguji mereka untuk tidak meminum air sungai tersebut. Dia berkata: “barang siapa yang minum dari air sungai itu maka bukanlah pengikutku dan barang siapa yang tidak meminumnya kecuali menciduk seciduk tangan maka ia adalah pengikutku”. Setelah diteliti, ternyata larangan Thalut untuk minum dari air sungai itu mengandung pesan moral untuk tidak gegabah dan tidak berlebihan dalam bertindak sehingga akan merugikan kesehatan.
Seorang peneliti menyatakan bahwa pada suhu tertentu, lintah akan berada pada dasar sungai atau pada kedalaman tertentu dan tidak akan naik ke permukaan air. Ini sesuai dengan larangan Thalut untuk tidak minum dari air sungai kecuali hanya seciduk tangan. Sebab jika mereka minum dengan menciduk menggunakan wadah, niscaya lintah-lintah yang berada di dasar sungai itu akan terangkat dan menempel pada wadah. Maka benarlah, ketika Thalut dan tentaranya telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum air sungai dengan menggunakan wadah berkata bahwa mereka pada hari itu tidak sanggup untuk melawan Jalut dan tentaranya. Dikisahkan mulut mereka memerah dan berdarah. Ini merupakan akibat dari keserakahan mereka dan berlebih-lebihan dalam bertindak.
Menyikapi merebaknya berbagai wabah penyakit akhir-akhir ini, hendaknya kita tidak menyikapinya dengan panik dan cemas yang berlebihan. Karena wabah-wabah penyakit yang mematikan telah ada sejak zaman dahulu sebagaimana yang tersirat dan diisyaratkan dalam kisah surat al-Fil dan kisah pasukan Thalut di atas. Bersama dengan itu, marilah kita selalu lebih waspada, lebih menjaga kebersihan dan lebih berhati-hati tidak gegabah dalam mengkonsumsi makanan. Wallahu A’lam

Ciputat, 27 November 2005